Menagis merupakan suatu bentuk luapan
emosi di dalam diri manusia ketika ia mengalami kegalauan atau musibah. Hal ini
merupakan keadaan dimana hati mengeluarkan apa yang ia rasakan. Dengan
rangsangan tersebut maka air mata akan keluar. Biasanya kondisi menagis adalah
puncak dari rasa galau yang ia miliki.
Sebagaimana Rasullullah mengeluarkan air
matanya, bukan karena meratapi ataupun tidak menerima ketetapan Allah tetapi
rasullullah menagis karena rasa kasih sayang yang ada pada diri Beliau. Sungguh
Allah mengasihi hamba hamba-Nya yang memiliki sifat penyayang. Hadits berikut
menggambarkan bagaimana rasulullah menagis karena kasih sayangnya kepada anak
dari putri beliau.
Hadis riwayat Usamah
bin Zaid ra., ia berkata:
Kami sedang berada di
dekat Rasulullah saw. ketika seorang di antara putri beliau menyuruh seseorang
memanggil beliau dan memberi kabar bahwa anak putri beliau itu sedang
menghadapi maut, Rasulullah saw. bersabda kepada utusan tersebut: Kembalilah
dan kabarkan kepadanya bahwa apa yang Allah ambil dan Allah berikan adalah
milik-Nya semata. Segala sesuatu di sisi-Nya adalah dengan batas waktu
tertentu. Suruhlah ia untuk bersabar dan mengharap pahala. Utusan itu kembali
dan berkata: Dia berjanji akan memenuhi pesan-pesan itu. Lalu Nabi saw. berdiri
diikuti oleh Saad bin Ubadah dan Muadz bin Jabal. Aku pun (Usamah bin Zaid)
ikut berangkat bersama mereka. Kepada Rasulullah saw. anak (dari putri beliau)
diserahkan dan jiwanya bergolak seperti berada dalam qirbah (tempat air) tua.
Kedua mata Rasulullah saw. menitikkan air mata. Lalu Saad bertanya: Apa arti
air mata itu, ya Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Ini adalah rahmat (kasih
sayang) yang diletakkan Allah dalam hati para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah
mengasihi para hamba-Nya yang pengasih. (Shahih Muslim No.1531)
Akan tetapi di dalam meneteskan air mata
(menangis) Rasullulah melarang kepada
umatnya untuk berteriak teriak, meronta ronta, merobek pakaian, ataupun
meratapi musibah yang dialami. Hal ini sebagaimana di dalam sabda beliau :
Dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak termasuk
golongan kami orang yang menampar pipi, yang merobek-robek pakaian dan yang
menyeru dengan seruan jahiliyah” (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 3/163).
Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam melaknat orang yang suka melakukan ratapan
berlebihan kepada mayit.
Abu Umamah
Radhiallahu’anhu meriwayatkan :
“Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam melaknat wanita yang mencakar mukanya,
merobek-robek bajunya, serta yang berteriak dan berkata : ‘celaka dan binasalah
aku” (HR Ibnu Majah : 1/505, Shahihul Jami’ : 5068)
Abu Burdah bin Abi Musa
berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya di pangkuan
seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak sesuatu pun tehadap
wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku berlepas diri dari orang yang
Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari
orang yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, orang yang mencukur
rambutnya ketika tertimpa musibah, dan orang yang merobek-robek pakaiannya
ketika tertimpa musibah." (Hadits ini
diiiwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, tetapi di-mausuhul-kan oleh
Muslim dan Abu Ya'la)
Hadis
riwayat Aisyah ra., ia berkata
Ketika
berita gugurnya Ibnu Haritsah, Jakfar bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah
sampai kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. pun duduk bersedih hati. Ia
(Aisyah) berkata: Aku melihat dari celah pintu. Lalu datang seseorang
mengabarkan kepada Rasulullah saw., katanya: Wahai Rasulullah saw., sungguh
istri-istri Jakfar! Orang itu menceritakan tangis istri-istri Jakfar. Mendengar
itu Rasulullah saw. menyuruh orang tersebut untuk melarangnya. Dia pun pergi,
lalu kembali lagi, menuturkan bahwa istri-istrinya tidak mau menurut.
Rasulullah saw. menyuruhnya lagi agar melarang istri-istri Jakfar meratap. Dia
pun pergi menuju istri-istri Jakfar lalu kembali lagi kepada Rasulullah saw.
sambil berkata: Demi Allah, mereka keras kepala, wahai Rasulullah. Aisyah menyangka
bahwa Rasulullah saw. bersabda: Pergilah dan jejalkanlah debu tanah ke mulut
mereka! Aisyah berkata: Aku berkata: Mudah-mudahan Allah menghinakanmu! Engkau
tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. dan engkau tidak
mau meninggalkan Rasulullah saw. bebas dari beban. (Shahih Muslim No.1551)
Hadis
riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. mengambil janji kami saat baiat, yaitu agar kami tidak meratapi mayit.
Tidak ada di antara kami yang menepati baiat itu kecuali lima orang wanita;
Ummu Sulaim, Ummul `Ala, putri Abu Sabrah (istri Muaz) atau putri Abu Sabrah
dan istri Muaz. (Shahih Muslim No.1552)
Dalam pembagianya menagis itu memiliki 2
sisi :
- Menangis
dikarenakan perkara dunia yang ia hadapi (musibah ).
Menagis
karena perkara dunia ini disebabkan oleh ujian yang Allah berikan kepadanya,
berupa rasa takut, kekurangan buah buahan, kekurangan nyawa (kematian).
Sebagaimana firman Allah berikut ini.
Surat
Al Baqarah ayat ke 155
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.”
Seberapa besarnya cobaan yang ia hadapi dan
juga kemampuan dirinya dalam menghadapi musibah tersebut, merupakan suatu tolak
ukur seseorang itu kuat atau lemahnya ia dalam menghadapi musibah/ rasa galau
yang menimpanya. Maka hendaknya tiap tiap dari manusia untuk bertakwa kepada
Allah dan mengikuti bagaimana contoh yang telah rasullullah ajarkan kepada
manusia dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
Besarnya cobaan yang ia hadapi sehingga sesak
serta sempit hatinya, merupakan penyebab seseorang dapat menangis, namun hal
tersebut dapat dihalagi oleh sikap dan kemampuan dalam menghadapi kegalauan itu
sendiri sehingga ia mampu mengendalikan air mata yang mengalir
keluar dari sela sela matanya.
Penjelasan sebelumnya termasuk ke dalam
menagis karena perkara dunia (ujian/musibah).
2.
Menagis karena Allah Azza Wajalla
Menangis karena rasa harap (dimasukan
kedalam surge dan dikabulkanya doa), rasa cinta, dan rasa takut (akan azab
Allah dan tidak dikabulkanya amalan serta doa) merupakan tangisan yang dipuji
oleh Allah Azza Wajallah. Sebagai mana para alim ulama terdahulu, yang mereka
menagis karena rasa takut dan kecintaan mereka kepada Allah Ar-Rahman. Berikut
beberapa firman Allah yang menyatakan hal ini.
Surat As Sajdah Ayat ke 16
|
“Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya[1] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami
berikan”.
|
[1]. Maksudnya mereka tidak tidur
di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.
|
Surat
Maryam ayat ke 58
"Apabila
dibacakan ayat-ayat Ar Rahman (Dzat yang Maha Pemurah) kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan sujud dan menangis."
Surat Al A'raaf ayat ke 56
|
“ Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
|
Al-Imam
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
"Andai
seseorang menangis pada sekumpulan manusia karena takut kepada Allah, niscaya
mereka dirahmati semuanya."
"Tidak
ada satu amalanpun kecuali ada timbangannya yang jelas kecuali menangis karena
takut kepada Allah. Allah tidak membatasi sedikitpun nilai dari setiap tetes
air matanya."
Dan
beliau juga berkata: "Tidaklah seseorang menangis kecuali hatinya menjadi
saksi akan kebenaran atau kedustaan dia."
(Mawa'izh
lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, halaman 109)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar