Setelah mendapatkan ujian dan cobaan maka di
dalam hati manusia akan timbul perasaan sedih dan gundah (galau). Dari keadaan
ini Galau dapat diartikan suatu dimana
seseorang dilanda kebingungan, keresahan, ataupun kesedihan yang ada di dalam
hatinya dan dirinya. Di dalam hatinya yaitu perasaan dimana ia berkecil hati
dan bersedih disebabkan atas apa yang telah dialami atau suatu perkara yang
besar yang ia akan alami. Apa yang
dialami hatinya akan terpancar keluar sehingga tampak pada apa yang dapat di
rasa ataupun lihat oleh manusia pada dirinya.
Kesedihan
dan kegundahan itu akan keluar dari tempatnya (hati). Hingga muncul terlihat
oleh raut muka atau tingkah laku saat perasaan galau itu terjadi.
Hadis riwayat Aisyah
ra., ia berkata:
Tatkala ditimpa suatu
musibah, Rasulullah saw. akan menampakkan rasa sedih pada roman wajahnya. Bila
hatinya merasa sempit, akan tampak pada raut wajahnya. Beliau bersabda
bersabda: Kutukan Allah atas orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen yang
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid. Beliau memperingatkan apa
yang mereka perbuat tersebut. (Shahih Muslim No.826)
Rasa
sedih dan gundah, itu suatu hal yang
wajar dimiliki oleh setiap insan manusia, namun hal tersebut jika tidak
dikendalikan akan menyebabkan kerusakan terhadap dirinya, atau pengingkaran
terhadap takdir yang telah Allah tetapkan kepada manusia seluruhnya. Mereka ada
yang mengatakan “ alangkah baiknya jika hal ini dan itu tidak terjadi”. Kalimat
tersebut merupakan kalimat jelek terhadap ketentuan Allah . Adapun mereka yang
dapat mengendalikan rasa galaunya, maka
akan mengatakan “ aduhai baiknya jikalau masalah ini saya hadapi hingga Allah
menurunkan jalan keluar terhadap masalah ini”.
Berikut
adalah sebuah hadits dimana manusia dilarang mencela apa yang telah ditentukan
oleh Allah Subhanallahu ta’ala
Hadis riwayat Abdullah
bin Umar ra., ia berkata:
Saad bin Ubadah
mengalami sakit keras, lalu Rasulullah saw. menjenguknya bersama Abdurrahman
bin Auf, Saad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Masud. Ketika beliau tiba,
beliau mendapatinya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Rasulullah saw.
bertanya: Apakah ia telah meninggal dunia? Orang-orang yang hadir di sana
menjawab: Belum, ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw. menangis. Ketika para
sahabat melihat tangis Rasulullah saw., mereka ikut menangis. Lalu Rasulullah
saw. bersabda: Tidakkah kalian mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak
menyiksa karena air mata dan atau karena kesedihan hati. Tetapi Dia menyiksa atau
mengasihi sebab ini. Beliau menunjuk ke lidah beliau (maksudnya karena
ratapan yang diucapkan lidah karena menolak qada dan takdir Allah atas si
mayit). (Shahih Muslim No.1532)
Contoh
yang paling baik adalah Rasullullah dalam menghadapi rasa sedih dan gundah
dalam dadanya. Rasullullah tidak mengingkari akan kesedihan di dalam diri
Beliau ataupun di dalam diri manusia , namun Beliau dapat mengendalikanya dan
tidak berkata kata yang jelek ataupun mengeluh terhadap takdir yang telah Allah
tetapkan kepada Beliau. Berikut mengambarkan bagaimana mulianya sifat beliau
ketika dihadapi dengan suatu musibah dari Allah.
Hadis riwayat
Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tadi malam aku dikaruniai seorang anak yang aku beri nama dengan nama bapakku, yaitu Ibrahim. Beliau lalu menyerahkan kepada Ummu Saif, istri seorang tukang pandai besi yang biasa dipanggil Abu Saif. Suatu hari beliau berangkat menemuinya dan aku mengikutinya sampai bertemu Abu Saif yang sedang meniup alat peniup api, sehingga rumahnya penuh dengan asap. Aku mempercepat jalan di hadapan Rasulullah dan aku berkata: Wahai Abu Saif, berhentilah karena Rasulullah saw. telah datang! Kemudian dia berhenti lalu Nabi saw. memanggil putranya yang masih kecil lantas memeluknya dan mengatakan sesuatu yang Allah kehendaki. Lebih lanjut Anas berkata: Aku melihat dia memperdaya dirinya menghadapi sakaratul maut di hadapan Rasulullah hingga kedua mata beliau mengalirkan air mata lantas bersabda: Mata mengucurkan air mata dan hati merasa sedih serta aku hanya akan mengatakan perkataan yang diridai Tuhanku. Demi Allah, wahai Ibrahim, sesungguhnya kami sangat sedih (atas kematianmu). (Shahih Muslim No.4279)
Lihatlah
bagaimana Rasullulloh dapat mengendalikan rasa sedih dalam hatinya. Beliau tidak
berkata kata jelek terhadap takdir yang Allah tetapkan kepada beliau, tidak
pula berteriak teriak, ataupun meratapi hal tersebut, air mata yang keluar dari
sela sela mata beliau merupakan tanda kesedihan dan rasa kasih sayang yang
telah Allah tanam di hati Beliau.
Sifat dan karakter manusia memiliki hal
yang berbeda beda sehingga ia menghadapi perasaan galau ( sedihnya ). Perbedaan
Ini berasal kekuatan hati serta batas sabar yang ia miliki. Sabar itu tiada
batasnya, semakin seseorang itu bersabar maka akan semakin baik untuk kekuatan
hati dan fikiranya. Seseorang memiliki keteguhan akan menyerahkan segala urusan
yang menimpanya serta berprasangka baik terhadap ketetapan Allah.
Maka jika ia mengalami
kegalauan dan kesedihan, hal itu tidak akan berlangsung lama karena ia telah
mengobatinya dengan hal hal yang berlawanan dari kegalauanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar