muwahid al fauzan. Diberdayakan oleh Blogger.

Bolehkah Anak Kecil Lewat di Depan Orang Sholat?

Kamis, 26 Juni 2014



Pertanyaan: Apakah seorang ibu harus menahan anaknya yang masih kecil lewat di hadapannya saat ia sedang shalat, padahal itu terjadi berulang-ulang di tengah shalat? Tentunya berulang-ulangnya mencegah si anak lewat dapat menghilangkan kekhusyukan dalam shalat. Sementara jika si ibu shalat sendirian tanpa menempatkan si anak di dekatnya, si ibu (tentu) mengkhawatirkan anaknya (karena tidak ada yang menjaganya).

Jawab:

Syaikh yang mulia, Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah kembali menjawab:

“Tidak ada dosa bagi si ibu membiarkan anaknya lewat di hadapannya bila memang si anak sering lalu lalang dan si ibu sendiri khawatir shalatnya terganggu bila terus-menerus mencegah si anak, sebagaimana hal ini dikatakan ahlul ilmi rahimahumullah. Akan tetapi, sepantasnya ketika si ibu hendak shalat, hendaknya memberikan sesuatu kepada anaknya yang bisa dijadikannya sebagai mainan (sehingga si anak asyik dengan benda/mainan tersebut, pen.) sementara si anak berada di sekitar/dekat dengan ibunya. Karena bila seorang anak diberi sesuatu yang bisa dijadikannya sebagai mainan, biasanya mainan itu membuatnya lupa terhadap yang lain. Namun bila si anak terus menggelayuti (nggendholi, Jw.) ibunya karena merasa lapar atau haus, yang lebih utama si ibu menunda shalatnya hingga ia selesai menunaikan kebutuhan anaknya (menyuapi makan atau memberi minum). Setelah itu ia menghadapkan dirinya kepada amalan shalatnya.”

(Majmu’ah As’ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 151-152)

Sumber: Majalah Asy Syariah Online

Dauroh Ahlussunnah Waljamaah Di Provinsi Bengkulu

Selasa, 08 April 2014


 Bismillah.

Dengan Mengharap berjumpa wajah Allah azza wa Jallah Hadirilah
Dauroh salafy di provinsi Bengkulu dengan tema
"Fitnah Sururiyah, Turotsiyah, Hallabiyah yang melanda dakwah salafiyah"
Bersama Al Ustadz. Askari bin Jamal Al-Bughisi (pengasuh ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan). 
Yang insya Allah dilaksanakan pada sabtu-ahad 13-14 Jumadil Akhir 1435H Bertepatan 12-13 April 2014 (Jam 09.00-selesai)
Tempat: Ma'had Qowamussunnah, Unit 1 Padang Jaya, Bengkulu Utara, 




Sebarkan!


Cp:
Abu Hasan 'Ali [0813 7789 8823] Kota Bengkulu
Abu Umar [0857 5826 7706] Kota Bengkulu
Abu Yahya "Ali [0853 8481 6441] Ma'had Qowamussunnah Bengkulu Utara.

NB:
- Akhwat Dauroh diasrama Akhwat Ma'had Qowamussunnah (Boleh Datang)
- Diharapkan sudah hadir jum'at sore / Sabtu Pagi
- Bagi yang tidak ada tempat Nginap Silakan hubungi CP.


Sadar Akan Kehidupan Akhirat

Kamis, 03 April 2014

wahai saudara ku bacalah ini sejenak, semoga mengingatkan kita akan akhir dari perjalanan ini.

kegigihan mengumpulkan harta, memperbanyak keturunan, dan mengumpulkan kesejahteraan hidup merupakan hal yang manusia biasanya condong kepdanya,

setelah masa dimana ia menjadi tua renta, hilang kekuatanya atas dunia, kegigihan itu sudah melemahkan fisiknya, keturunanya sedikit demi sedikit pergi meninggalkanya, kesejahteraan yang ia rasakan hilang tatkala penyakit dalam tubuhnya menampakkan.

sehingga ketika kematian datang, amalan apa yang ia telah hasilkan ?

sudahkan ia dalam aqidah islam yang benar, sudahkah ia menjalankan Sunnah yang rasullullah ajarkan ..

wahai saudaraku cermati ayat di bawah ini


 surah ´Abasa

33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), 34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya,  35. dari ibu dan bapaknya,  36. dari istri dan anak-anaknya.  37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.


bahkan keluarga terdekat tidak bisa menolongnya,  mereka sibuk dengan urusan mereka masing masing.

 kemudian dipertegas kembali dalam ayat lain

surah Al Mujaadilah

17. Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya.

apa yang ia usahakan untuk dunianya tidak akan berguna baginya, jabatan, harta , keturunan,dan lain lain,

yan ia bawa adalah amal sholeh yang sesuai dengan Perintah Allah dan sesuai dengan petunjuk yang telah diajarkan Rasul-Nya.

Surah Al Hadiid

20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.


# muwahid (hamba Allah)


MENANGIS (Meretas Galau)

Sabtu, 29 Maret 2014



     Menagis merupakan suatu bentuk luapan emosi di dalam diri manusia ketika ia mengalami kegalauan atau musibah. Hal ini merupakan keadaan dimana hati mengeluarkan apa yang ia rasakan. Dengan rangsangan tersebut maka air mata akan keluar. Biasanya kondisi menagis adalah puncak dari rasa galau yang ia miliki.

     Sebagaimana Rasullullah mengeluarkan air matanya, bukan karena meratapi ataupun tidak menerima ketetapan Allah tetapi rasullullah menagis karena rasa kasih sayang yang ada pada diri Beliau. Sungguh Allah mengasihi hamba hamba-Nya yang memiliki sifat penyayang. Hadits berikut menggambarkan bagaimana rasulullah menagis karena kasih sayangnya kepada anak dari putri beliau.

Hadis riwayat Usamah bin Zaid ra., ia berkata:

Kami sedang berada di dekat Rasulullah saw. ketika seorang di antara putri beliau menyuruh seseorang memanggil beliau dan memberi kabar bahwa anak putri beliau itu sedang menghadapi maut, Rasulullah saw. bersabda kepada utusan tersebut: Kembalilah dan kabarkan kepadanya bahwa apa yang Allah ambil dan Allah berikan adalah milik-Nya semata. Segala sesuatu di sisi-Nya adalah dengan batas waktu tertentu. Suruhlah ia untuk bersabar dan mengharap pahala. Utusan itu kembali dan berkata: Dia berjanji akan memenuhi pesan-pesan itu. Lalu Nabi saw. berdiri diikuti oleh Saad bin Ubadah dan Muadz bin Jabal. Aku pun (Usamah bin Zaid) ikut berangkat bersama mereka. Kepada Rasulullah saw. anak (dari putri beliau) diserahkan dan jiwanya bergolak seperti berada dalam qirbah (tempat air) tua. Kedua mata Rasulullah saw. menitikkan air mata. Lalu Saad bertanya: Apa arti air mata itu, ya Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Ini adalah rahmat (kasih sayang) yang diletakkan Allah dalam hati para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah mengasihi para hamba-Nya yang pengasih. (Shahih Muslim No.1531)
    
    Akan tetapi di dalam meneteskan air mata (menangis)  Rasullulah melarang kepada umatnya untuk berteriak teriak, meronta ronta, merobek pakaian, ataupun meratapi musibah yang dialami. Hal ini sebagaimana di dalam sabda beliau :



Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

“Tidak termasuk golongan kami orang yang menampar pipi, yang merobek-robek pakaian dan yang menyeru dengan seruan jahiliyah” (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 3/163).

      Nabi Shallallahu’alaihi wasallam melaknat orang yang suka melakukan ratapan berlebihan kepada mayit.

Abu Umamah Radhiallahu’anhu meriwayatkan :

“Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam melaknat wanita yang mencakar mukanya, merobek-robek bajunya, serta yang berteriak dan berkata : ‘celaka dan binasalah aku” (HR Ibnu Majah : 1/505, Shahihul Jami’ : 5068)

Abu Burdah bin Abi Musa berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya di pangkuan seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak sesuatu pun tehadap wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku berlepas diri dari orang yang Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari orang yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, orang yang mencukur rambutnya ketika tertimpa musibah, dan orang yang merobek-robek pakaiannya ketika tertimpa musibah." (Hadits ini diiiwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, tetapi di-mausuhul-kan oleh Muslim dan Abu Ya'la)

Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata

Ketika berita gugurnya Ibnu Haritsah, Jakfar bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah sampai kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. pun duduk bersedih hati. Ia (Aisyah) berkata: Aku melihat dari celah pintu. Lalu datang seseorang mengabarkan kepada Rasulullah saw., katanya: Wahai Rasulullah saw., sungguh istri-istri Jakfar! Orang itu menceritakan tangis istri-istri Jakfar. Mendengar itu Rasulullah saw. menyuruh orang tersebut untuk melarangnya. Dia pun pergi, lalu kembali lagi, menuturkan bahwa istri-istrinya tidak mau menurut. Rasulullah saw. menyuruhnya lagi agar melarang istri-istri Jakfar meratap. Dia pun pergi menuju istri-istri Jakfar lalu kembali lagi kepada Rasulullah saw. sambil berkata: Demi Allah, mereka keras kepala, wahai Rasulullah. Aisyah menyangka bahwa Rasulullah saw. bersabda: Pergilah dan jejalkanlah debu tanah ke mulut mereka! Aisyah berkata: Aku berkata: Mudah-mudahan Allah menghinakanmu! Engkau tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. dan engkau tidak mau meninggalkan Rasulullah saw. bebas dari beban. (Shahih Muslim No.1551)


Hadis riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. mengambil janji kami saat baiat, yaitu agar kami tidak meratapi mayit. Tidak ada di antara kami yang menepati baiat itu kecuali lima orang wanita; Ummu Sulaim, Ummul `Ala, putri Abu Sabrah (istri Muaz) atau putri Abu Sabrah dan istri Muaz. (Shahih Muslim No.1552)

   
  Dalam pembagianya menagis itu memiliki 2 sisi :

  1. Menangis dikarenakan perkara dunia yang ia hadapi (musibah ).
      Menagis karena perkara dunia ini disebabkan oleh ujian yang Allah berikan kepadanya, berupa rasa takut, kekurangan buah buahan, kekurangan nyawa (kematian). Sebagaimana firman Allah berikut ini.


Surat Al Baqarah ayat ke 155

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”
    
       Seberapa besarnya cobaan yang ia hadapi dan juga kemampuan dirinya dalam menghadapi musibah tersebut, merupakan suatu tolak ukur seseorang itu kuat atau lemahnya ia dalam menghadapi musibah/ rasa galau yang menimpanya. Maka hendaknya tiap tiap dari manusia untuk bertakwa kepada Allah dan mengikuti bagaimana contoh yang telah rasullullah ajarkan kepada manusia dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
     
      Besarnya cobaan yang ia hadapi sehingga sesak serta sempit hatinya, merupakan penyebab seseorang dapat menangis, namun hal tersebut dapat dihalagi oleh sikap dan kemampuan dalam menghadapi kegalauan itu sendiri sehingga ia mampu mengendalikan air   mata yang mengalir keluar dari sela sela matanya.
      
       Penjelasan sebelumnya termasuk ke dalam menagis karena perkara dunia (ujian/musibah).




2. Menagis karena Allah Azza Wajalla


    Menangis karena rasa harap (dimasukan kedalam surge dan dikabulkanya doa), rasa cinta, dan rasa takut (akan azab Allah dan tidak dikabulkanya amalan serta doa) merupakan tangisan yang dipuji oleh Allah Azza Wajallah. Sebagai mana para alim ulama terdahulu, yang mereka menagis karena rasa takut dan kecintaan mereka kepada Allah Ar-Rahman. Berikut beberapa firman Allah yang menyatakan hal ini.


Surat As Sajdah Ayat ke 16

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya[1] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami berikan”.

[1]. Maksudnya mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.



Surat Maryam ayat ke 58

"Apabila dibacakan ayat-ayat Ar Rahman (Dzat yang Maha Pemurah) kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan sujud dan menangis."


Surat Al A'raaf ayat ke 56

“ Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”




Al-Imam Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:


"Andai seseorang menangis pada sekumpulan manusia karena takut kepada Allah, niscaya mereka dirahmati semuanya."
"Tidak ada satu amalanpun kecuali ada timbangannya yang jelas kecuali menangis karena takut kepada Allah. Allah tidak membatasi sedikitpun nilai dari setiap tetes air matanya."
Dan beliau juga berkata: "Tidaklah seseorang menangis kecuali hatinya menjadi saksi akan kebenaran atau kedustaan dia."

(Mawa'izh lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, halaman 109)

GALAU (Meretas Galau)

Jumat, 28 Maret 2014



     Setelah mendapatkan ujian dan cobaan maka di dalam hati manusia akan timbul perasaan sedih dan gundah (galau). Dari keadaan ini  Galau dapat diartikan suatu dimana seseorang dilanda kebingungan, keresahan, ataupun kesedihan yang ada di dalam hatinya dan dirinya. Di dalam hatinya yaitu perasaan dimana ia berkecil hati dan bersedih disebabkan atas apa yang telah dialami atau suatu perkara yang besar yang  ia akan alami. Apa yang dialami hatinya akan terpancar keluar sehingga tampak pada apa yang dapat di rasa ataupun lihat oleh manusia pada dirinya.

       Kesedihan dan kegundahan itu akan keluar dari tempatnya (hati). Hingga muncul terlihat oleh raut muka atau tingkah laku saat perasaan galau itu terjadi.


Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:

Tatkala ditimpa suatu musibah, Rasulullah saw. akan menampakkan rasa sedih pada roman wajahnya. Bila hatinya merasa sempit, akan tampak pada raut wajahnya. Beliau bersabda bersabda: Kutukan Allah atas orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid. Beliau memperingatkan apa yang mereka perbuat tersebut. (Shahih Muslim No.826)

        Rasa sedih dan gundah,  itu suatu hal yang wajar dimiliki oleh setiap insan manusia, namun hal tersebut jika tidak dikendalikan akan menyebabkan kerusakan terhadap dirinya, atau pengingkaran terhadap takdir yang telah Allah tetapkan kepada manusia seluruhnya. Mereka ada yang mengatakan “ alangkah baiknya jika hal ini dan itu tidak terjadi”. Kalimat tersebut merupakan kalimat jelek terhadap ketentuan Allah . Adapun mereka yang dapat mengendalikan rasa galaunya,  maka akan mengatakan “ aduhai baiknya jikalau masalah ini saya hadapi hingga Allah menurunkan jalan keluar terhadap masalah ini”.

         Berikut adalah sebuah hadits dimana manusia dilarang mencela apa yang telah ditentukan oleh Allah Subhanallahu ta’ala


  
Hadis riwayat Abdullah bin Umar ra., ia berkata:


Saad bin Ubadah mengalami sakit keras, lalu Rasulullah saw. menjenguknya bersama Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Masud. Ketika beliau tiba, beliau mendapatinya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Rasulullah saw. bertanya: Apakah ia telah meninggal dunia? Orang-orang yang hadir di sana menjawab: Belum, ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw. menangis. Ketika para sahabat melihat tangis Rasulullah saw., mereka ikut menangis. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Tidakkah kalian mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak menyiksa karena air mata dan atau karena kesedihan hati. Tetapi Dia menyiksa atau mengasihi sebab ini. Beliau menunjuk ke lidah beliau (maksudnya karena ratapan yang diucapkan lidah karena menolak qada dan takdir Allah atas si mayit). (Shahih Muslim No.1532)


    Contoh yang paling baik adalah Rasullullah dalam menghadapi rasa sedih dan gundah dalam dadanya. Rasullullah tidak mengingkari akan kesedihan di dalam diri Beliau ataupun di dalam diri manusia , namun Beliau dapat mengendalikanya dan tidak berkata kata yang jelek ataupun mengeluh terhadap takdir yang telah Allah tetapkan kepada Beliau. Berikut mengambarkan bagaimana mulianya sifat beliau ketika dihadapi dengan suatu musibah dari Allah.


Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata:


Rasulullah saw. bersabda:  Tadi malam aku dikaruniai seorang anak yang aku beri nama dengan nama bapakku, yaitu Ibrahim. Beliau lalu menyerahkan kepada Ummu Saif, istri seorang tukang pandai besi yang biasa dipanggil Abu Saif. Suatu hari beliau berangkat menemuinya dan aku mengikutinya sampai bertemu Abu Saif yang sedang meniup alat peniup api, sehingga rumahnya penuh dengan asap. Aku mempercepat jalan di hadapan Rasulullah dan aku berkata: Wahai Abu Saif, berhentilah karena Rasulullah saw. telah datang! Kemudian dia berhenti lalu Nabi saw. memanggil putranya yang masih kecil lantas memeluknya dan mengatakan sesuatu yang Allah kehendaki. Lebih lanjut Anas berkata: Aku melihat dia memperdaya dirinya menghadapi sakaratul maut di hadapan Rasulullah hingga kedua mata beliau mengalirkan air mata lantas bersabda: Mata mengucurkan air mata dan hati merasa sedih serta aku hanya akan mengatakan perkataan yang diridai Tuhanku. Demi Allah, wahai Ibrahim, sesungguhnya kami sangat sedih (atas kematianmu). (Shahih Muslim No.4279)


      Lihatlah bagaimana Rasullulloh dapat mengendalikan rasa sedih dalam hatinya. Beliau tidak berkata kata jelek terhadap takdir yang Allah tetapkan kepada beliau, tidak pula berteriak teriak, ataupun meratapi hal tersebut, air mata yang keluar dari sela sela mata beliau merupakan tanda kesedihan dan rasa kasih sayang yang telah Allah tanam di hati Beliau.
   
     Sifat dan karakter manusia memiliki hal yang berbeda beda sehingga ia menghadapi perasaan galau ( sedihnya ). Perbedaan Ini berasal  kekuatan hati  serta batas sabar yang ia miliki. Sabar itu tiada batasnya, semakin seseorang itu bersabar maka akan semakin baik untuk kekuatan hati dan fikiranya. Seseorang memiliki keteguhan akan menyerahkan segala urusan yang menimpanya serta berprasangka baik terhadap ketetapan Allah.


     Maka jika ia mengalami kegalauan dan kesedihan, hal itu tidak akan berlangsung lama karena ia telah mengobatinya dengan hal hal yang berlawanan dari kegalauanya. 



COBAAN ( Meretas Galau)




     Dunia merupakan negeri cobaan bagi setiap manusia. Tidak ada seseorangpun yang hidup di dunia tanpa diuji.  Allah menimpakan ujian kepada orang orang yang beriman pada khususnuya dan kepada manusia pada umumnya. Dan beruntunglah mereka yang beriman kepada Allah serta bertakwa kepadanya. Sungguh dalam ketakwaan  itu Allah memberi petunjuk kepadanya. Sebagaimana firman Allah ;

Surat At Taghaabun ayat ke 11

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

  
     Cobaan dan ujian adalah awal/penyebab dari kegalauan (kesedihan). Semakin besar ujian yang didapatkan maka akan semakin besar tingkat kegalauan yang ia akan alami. Namun dengan  Keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Robb nya merupakan suatu yang daripadanya ia diberikan petunjuk (jalan keluar) dari cobaan yang dihadapinya. Dengan cobaan itu maka terlihatlah kualitas diri dalam keimanan dan ketakwaanya kepada Sang Pencipta

 Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan penghambaannya. Sebab, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa), sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi Allah Subhanahu wata’ala pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)


      Tujuan Allah menguji hamba-Nya yang beriman ialah untuk melihat siapakah yang paling baik amalanya ketika ia sedang di uji. Apakah ia ikhlas dan bersabar atau malah sebaliknya marah, mengeluh terhadap ketetapan Allah terhadap dirinya. Sebagaimana Firman Allah;


  
Surat Al-Mulk Ayat ke 2

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”


     Tiga jenis dari ujian dan cobaan itu berupa :


1. Ujian menjalankan perintah perintah Allah yang diwajibkan.
2. Ujian dalam menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah.
3. Musibah yang menimpa seseorang manusia


Dan senjata yang paling ampuh adalah kesabaran dalam menjalani 3 ujian tersebut. inshaAllah pembahasan mengenai sabar dibahas pada bab berikutnya.

      Ujian yang menimpa manusia beragam bentuknya berupa penderitaan terhadap jiwa dan harta ataupun kesenagan dunia yang Allah anugrahkan kepadanya. Seseorang biasanya mengatakan ia di uji ketika ia mengalami penderitaan saja namun pada hakekatnya kesenagan yang Allah berikan merupakan Ujian bagi orang orang yang berfikir.

     Kesenagan dunia memelalaikanya dari beribadah dan  rasa syukur kepada Allah, sehingga Allah tidak menenagkan hatinya karena ia kufur terhadap nikmat yang Allah berikan, ia memiliki banyak harta namun  hatinya merasa tidak puas sehingga ia terus mencari hingga ia tidak memperhatikan lagi harta yang ia usahakan itu diridhoi oleh Allah (halal) ataukah yang Allah murkai (haram). Dari kesibukan itu menjadi lalai (bermaksiat) terhadap kewajiban yang Robb nya perintahkan. Sebagaimana Firman Allah ;
   

Surat Al-Anbiya ayat ke 35

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”


     Jika seseorang berfikir tentang musibah yang terjadi kepadanya. Maka ia akan sadar bahwa sebab dari Allah menurunkan ujian dan musibah adalah karena perbuatanya dosa yang ia dahulu lakukan. Perbuatan itu berupa bermaksiat kepada Allah (syirik, bid’ah dan dosa dosa besar lainya), ataupun perbuatanya yang jelek terhadap semua yang diciptakan Allah ( manusia, hewan, tumbuhan, dan alam semesta). Sebagaimana firman Allah;


  
Surat Asy Syura ayat ke 30

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”


     Sebagai contoh, ketika terjadi tanah longsor di suatu perbukitan yang telah gundul, jika ditelaah maka itu adalah hasil dari perbutan manusia terhadap alam yang mengekploitasi secara berlebihan sehingga dalam keadaan itu Allah menurunkan bencana kepada mereka. Begitu juga permisalan terhadap musibah musibah lainya.
   
     Terputusnya ujian di dunia terhadap manusia adalah saat kematian. Dan pada saat itulah semua yang ia usahakan sudah berakhir untuk kehidupan akhiratnya. Dan beruntunglah kepada manusia yang pada saat ia di uji oleh Allah, Allah memberikanya petunjuk disebabkan ia beriman dan taat kepadaNya, tidak mengeluh (ikhlas) ,dan  bersabar. Dan akibat dari keimanan, ketakwaan, kesabaran dan keiklasan dalam menghadapi ujian tersebut Allah akan memasukan ke dalam surga-Nya


Surat Al-Baqarah ayat ke 214

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?”
   

    Ujian dan cobaan yang dihadapi seorang muslim merupakan penghapus dosa dosa kecilnya. hal ini dapat terjadi apabila seseorang dalam menghadapi ujian tersebut ia dapat berlaku sabar dan ikhlas atas ketetapan Allah.  Apabila tertimpa musibah maka seharusnya janganlah menganggap itu kesedihan ataupun rasa sakit, karena di balik itu Allah akan menggantikan yang lebih baik berupa pahala yang menghapuskan dosa dosa. Sebagaimana firman Allah Subhanallau wa Ta’ala


  

Surat Hud ayat ke114

”Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.”

Dan sebagaimana sabda Rasullullah

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

”Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Ketika turun ayat: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, kaum muslimin merasa sangat sedih sekali, lalu Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang menusuknya.” (Shahih Muslim No.4671)

   Ada dua keadaan ketika seorang manusia bersikap dalam menghadapi ujian dan cobaan :

  1. Ia mengingat dan mengharapkan pahala dari Allah atas cobaan tersebut sehingga Allah memberikanya penghapusan dosa dosa dan tambahan kebaikan untuknya ( bersikap sabar dan ikhlas terhadap ujian tersebut).
  2. Ia lupa akan janji Allah terhadapnya sehingga sesaklah dan sempitlah dadanya. Ia lupa akan pahala yang ia akan dapatkan jika ia bersabar dan iklas.

Maka hendaknya jika tertimpa musibah dan ujian ia memilih keadaan yang pertama karena akan berdampak baik untuknya.

  
       Begitu juga Allah memerintahkan kepada hambanya apabila ia tertimpa musibah hendaknya mengucapkan :

إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ

(Sesungguhnya kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNya­lah kita semua akan kembali)

Sebagaimana Allah berfirman ;


Surat Al Baqarahayat ke 155-157

 "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."


Dan sebagaimana sabda Rasullullah

Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan:
“Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un.
Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa
(Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik)”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.”

Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[HR. Muslim  no. 918]



Mengenal Syiah Rafidhah dan Pencetusnya

Selasa, 03 September 2013


     Orang yang pertama kali mencetuskan agama Rafidhah adalah  Abdullah bin Saba`, salah seorang Yahudi dari Yaman. Dia pura-pura masuk Islam, kemudian dia mendatangi Madinah Nabawiah pada zaman khalifah ar-rasyid Utsman bin Affan radhiallahu anhu.

      Mereka dinamakan Rafidhah dikarenakan mereka  ﺍْﻮُﻀَﻓَﺭ  (menjauhi/menolak) Zaid bin Ali  ketika mereka meminta Zaid untuk berlepas diri dari Abu Bakr dan Umar, akan tetapi beliau justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka mereka berkata, “Kalau begitu kami akan menjauhi kamu.” Maka Zaid berkata, “Pergilah, karena kalian adalah orang-orang yang dijauhkan.” Dan ada yang berpendapat bahwa mereka dikatakan Rafidhah karena mereka menolak Abu Bakr dan Umar. (Lihat Siyar A’lam An- Nubala`: 5/390 dan Majmu’ Al-Fatawa Ibnu Taimiah: 4/435)

     Syaikh Al-Islam juga berkata masih pada tempat yang sama, “Asal mazhab Rafidhah adalah dari kaum munafiq dan zindiq, karena mazhab ini dimunculkan oleh Abdullah bin Saba` sang zindiq. Dia  menampakkan pengkultusan yang berlebihan terhadap Ali dengan klaim bahwa Ali adalah imam dan menyatakan ada nash dari Nabi akan hal itu.”

     Ibnu Abi Al-Izz rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiah hal. 490, “Asal mazhab Rafidhah tidaklah dimunculkan kecuali oleh seorang munafiq lagi zindiq yang bertujuan untuk menghapuskan agama Islam dan mencela Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana yang para ulama sebutkan. Hal itu karena tatkala Abdullah bin Saba` sang Yahudi pura-pura masuk Islam, dia berniat dengannya untuk merusak agama Islam dengan makar dan kebusukannya, sebagaimana yang dilakukan oleh Bulis terhadap agama Nashrani. Maka Abdullah bin Saba` pura-pura rajin beribadah, kemudian dia mengobarkan secara berlebihan semangat amar ma’ruf dan nahi mungkar, sampai akhirnya dia berusaha untuk memfitnah dan membunuh Utsman. Kemudian, tatkala dia mendatangi Kufah, dia menampakkan pengkultusan dan pembelaan yang berlebihan terhadap Ali, agar dia bisa berhasil meraih tujuannya. Hal itu kemudian sampai ke telinga Ali, maka beliau mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi dia melarikan diri ke daerah Qirqis. Dan kisah Abdullah bin Saba` ini masyhur dalam buku-buku sejarah.”


Imam Ath-Thabari dalam Tarikhnya (4/340) dan Ibnu Al-Atsir dalam Al-Kamil (3/77) menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba` adalah seorang Yahudi dari negeri Shan’a, Yaman. Bahkan Ath-Thabari menyebutkan kalau sahabat Abu Ad-Darda` juga menyatakan kalau dia adalah seorang Yahudi. Asy- Syahrastani berkata dalam Al-Milal wa An-Nihal (1/204), “As-Saba`iah adalah para pengikut Abdullah bin Saba`, orang yang berkata kepada Ali, “Anda, anda,” maksudnya: Anda  adalah sembahan, maka Ali mengusir dan mengasingkannya. Para ulama menyatakan kalau dia dulunya adalah seorang Yahudi lalu dia masuk Islam. Dan dalam agama orang-orang Yahudi, ada orang-orang yang mengkultuskan Yusya’ bin Nun penerus wasiat Musa alaihimas  salam, seperti pengkultusan terhadap Ali radhiallahu anhu. Abdullah bin Saba` inilah orang yang pertama kali memunculkan kabar adanya nash kekhalifahan untuk Ali radhiallahu anhu, dan darinyalah berasal kelompok-kelompok yang ekstrim  dalam masalah ini. Abdullah bin Saba` menyatakan kalau Ali itu hidup dan tidak mati …,” dan  seterusnya dari keyakinannya terhadap Ali.


Bersambung
 

Jadwal Kajian Salafy Kota Bengkulu

Tempat :Mushola Shelter Universiras Bengkulu (UNIB) waktu :Setiap Sabtu Ba'da Magrib s/d Isya Pembahasan : Kitab Aqidah Thawiyah . . . . . . Tempat :Mesjid SMPN 18 Kota Bengkulu waktu :Setiap Senen Ba'da Magrib s/d Isya Pembahasan :Tafsir Alqu'an . . . . . . . Tempat :Masjid Al-Ikhlas dekat SMAN 07 Kota Bengkulu waktu :Setiap Sabtu Ba'da Magrib s/d Isya Pembahasan :Fiqih Muyasar

Blogroll

Most Reading