Bolehkah Anak Kecil Lewat di Depan Orang Sholat?
Kamis, 26 Juni 2014
Pertanyaan: Apakah seorang ibu harus menahan anaknya yang masih kecil lewat di hadapannya saat ia sedang shalat, padahal itu terjadi berulang-ulang di tengah shalat? Tentunya berulang-ulangnya mencegah si anak lewat dapat menghilangkan kekhusyukan dalam shalat. Sementara jika si ibu shalat sendirian tanpa menempatkan si anak di dekatnya, si ibu (tentu) mengkhawatirkan anaknya (karena tidak ada yang menjaganya).
Jawab:
Syaikh yang mulia, Muhammad ibnu Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah kembali menjawab:
“Tidak ada dosa bagi si ibu membiarkan anaknya lewat di hadapannya bila memang si anak sering lalu lalang dan si ibu sendiri khawatir shalatnya terganggu bila terus-menerus mencegah si anak, sebagaimana hal ini dikatakan ahlul ilmi rahimahumullah. Akan tetapi, sepantasnya ketika si ibu hendak shalat, hendaknya memberikan sesuatu kepada anaknya yang bisa dijadikannya sebagai mainan (sehingga si anak asyik dengan benda/mainan tersebut, pen.) sementara si anak berada di sekitar/dekat dengan ibunya. Karena bila seorang anak diberi sesuatu yang bisa dijadikannya sebagai mainan, biasanya mainan itu membuatnya lupa terhadap yang lain. Namun bila si anak terus menggelayuti (nggendholi, Jw.) ibunya karena merasa lapar atau haus, yang lebih utama si ibu menunda shalatnya hingga ia selesai menunaikan kebutuhan anaknya (menyuapi makan atau memberi minum). Setelah itu ia menghadapkan dirinya kepada amalan shalatnya.”
(Majmu’ah As’ilah Tuhimmu Al-Usrah Al-Muslimah, hal. 151-152)
Sumber: Majalah Asy Syariah Online
Dauroh Ahlussunnah Waljamaah Di Provinsi Bengkulu
Selasa, 08 April 2014
Bismillah.
Dengan Mengharap berjumpa wajah Allah azza wa Jallah Hadirilah
Dauroh salafy di provinsi Bengkulu dengan tema
"Fitnah Sururiyah, Turotsiyah, Hallabiyah yang melanda dakwah salafiyah"
Bersama Al Ustadz. Askari bin Jamal Al-Bughisi (pengasuh ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan).
Yang insya Allah dilaksanakan pada sabtu-ahad 13-14 Jumadil Akhir 1435H Bertepatan 12-13 April 2014 (Jam 09.00-selesai)
Tempat: Ma'had Qowamussunnah, Unit 1 Padang Jaya, Bengkulu Utara,
Dauroh salafy di provinsi Bengkulu dengan tema
"Fitnah Sururiyah, Turotsiyah, Hallabiyah yang melanda dakwah salafiyah"
Bersama Al Ustadz. Askari bin Jamal Al-Bughisi (pengasuh ma'had Ibnul Qoyyim Balikpapan).
Yang insya Allah dilaksanakan pada sabtu-ahad 13-14 Jumadil Akhir 1435H Bertepatan 12-13 April 2014 (Jam 09.00-selesai)
Tempat: Ma'had Qowamussunnah, Unit 1 Padang Jaya, Bengkulu Utara,
Sebarkan!
Cp:
Abu Hasan 'Ali [0813 7789 8823] Kota Bengkulu
Abu Umar [0857 5826 7706] Kota Bengkulu
Abu Yahya "Ali [0853 8481 6441] Ma'had Qowamussunnah Bengkulu Utara.
NB:
- Akhwat Dauroh diasrama Akhwat Ma'had Qowamussunnah (Boleh Datang)
- Diharapkan sudah hadir jum'at sore / Sabtu Pagi
- Bagi yang tidak ada tempat Nginap Silakan hubungi CP.
Sadar Akan Kehidupan Akhirat
Kamis, 03 April 2014
wahai saudara ku bacalah ini sejenak, semoga mengingatkan kita akan akhir dari perjalanan ini.
kegigihan mengumpulkan harta, memperbanyak keturunan, dan mengumpulkan kesejahteraan hidup merupakan hal yang manusia biasanya condong kepdanya,
setelah masa dimana ia menjadi tua renta, hilang kekuatanya atas dunia, kegigihan itu sudah melemahkan fisiknya, keturunanya sedikit demi sedikit pergi meninggalkanya, kesejahteraan yang ia rasakan hilang tatkala penyakit dalam tubuhnya menampakkan.
sehingga ketika kematian datang, amalan apa yang ia telah hasilkan ?
sudahkan ia dalam aqidah islam yang benar, sudahkah ia menjalankan Sunnah yang rasullullah ajarkan ..
wahai saudaraku cermati ayat di bawah ini
surah ´Abasa
33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), 34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, 35. dari ibu dan bapaknya, 36. dari istri dan anak-anaknya. 37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
bahkan keluarga terdekat tidak bisa menolongnya, mereka sibuk dengan urusan mereka masing masing.
kemudian dipertegas kembali dalam ayat lain
surah Al Mujaadilah
17. Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya.
apa yang ia usahakan untuk dunianya tidak akan berguna baginya, jabatan, harta , keturunan,dan lain lain,
yan ia bawa adalah amal sholeh yang sesuai dengan Perintah Allah dan sesuai dengan petunjuk yang telah diajarkan Rasul-Nya.
Surah Al Hadiid
20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
# muwahid (hamba Allah)
kegigihan mengumpulkan harta, memperbanyak keturunan, dan mengumpulkan kesejahteraan hidup merupakan hal yang manusia biasanya condong kepdanya,
setelah masa dimana ia menjadi tua renta, hilang kekuatanya atas dunia, kegigihan itu sudah melemahkan fisiknya, keturunanya sedikit demi sedikit pergi meninggalkanya, kesejahteraan yang ia rasakan hilang tatkala penyakit dalam tubuhnya menampakkan.
sehingga ketika kematian datang, amalan apa yang ia telah hasilkan ?
sudahkan ia dalam aqidah islam yang benar, sudahkah ia menjalankan Sunnah yang rasullullah ajarkan ..
wahai saudaraku cermati ayat di bawah ini
surah ´Abasa
33. Dan apabila datang suara yang memekakkan (tiupan sangkakala yang kedua), 34. pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, 35. dari ibu dan bapaknya, 36. dari istri dan anak-anaknya. 37. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup menyibukkannya.
bahkan keluarga terdekat tidak bisa menolongnya, mereka sibuk dengan urusan mereka masing masing.
kemudian dipertegas kembali dalam ayat lain
surah Al Mujaadilah
17. Harta benda dan anak-anak mereka tiada berguna sedikitpun (untuk menolong) mereka dari azab Allah. Mereka itulah penghuni neraka, dan mereka kekal di dalamnya.
apa yang ia usahakan untuk dunianya tidak akan berguna baginya, jabatan, harta , keturunan,dan lain lain,
yan ia bawa adalah amal sholeh yang sesuai dengan Perintah Allah dan sesuai dengan petunjuk yang telah diajarkan Rasul-Nya.
Surah Al Hadiid
20. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
# muwahid (hamba Allah)
MENANGIS (Meretas Galau)
Sabtu, 29 Maret 2014
Menagis merupakan suatu bentuk luapan
emosi di dalam diri manusia ketika ia mengalami kegalauan atau musibah. Hal ini
merupakan keadaan dimana hati mengeluarkan apa yang ia rasakan. Dengan
rangsangan tersebut maka air mata akan keluar. Biasanya kondisi menagis adalah
puncak dari rasa galau yang ia miliki.
Sebagaimana Rasullullah mengeluarkan air
matanya, bukan karena meratapi ataupun tidak menerima ketetapan Allah tetapi
rasullullah menagis karena rasa kasih sayang yang ada pada diri Beliau. Sungguh
Allah mengasihi hamba hamba-Nya yang memiliki sifat penyayang. Hadits berikut
menggambarkan bagaimana rasulullah menagis karena kasih sayangnya kepada anak
dari putri beliau.
Hadis riwayat Usamah
bin Zaid ra., ia berkata:
Kami sedang berada di
dekat Rasulullah saw. ketika seorang di antara putri beliau menyuruh seseorang
memanggil beliau dan memberi kabar bahwa anak putri beliau itu sedang
menghadapi maut, Rasulullah saw. bersabda kepada utusan tersebut: Kembalilah
dan kabarkan kepadanya bahwa apa yang Allah ambil dan Allah berikan adalah
milik-Nya semata. Segala sesuatu di sisi-Nya adalah dengan batas waktu
tertentu. Suruhlah ia untuk bersabar dan mengharap pahala. Utusan itu kembali
dan berkata: Dia berjanji akan memenuhi pesan-pesan itu. Lalu Nabi saw. berdiri
diikuti oleh Saad bin Ubadah dan Muadz bin Jabal. Aku pun (Usamah bin Zaid)
ikut berangkat bersama mereka. Kepada Rasulullah saw. anak (dari putri beliau)
diserahkan dan jiwanya bergolak seperti berada dalam qirbah (tempat air) tua.
Kedua mata Rasulullah saw. menitikkan air mata. Lalu Saad bertanya: Apa arti
air mata itu, ya Rasulullah? Rasulullah saw. bersabda: Ini adalah rahmat (kasih
sayang) yang diletakkan Allah dalam hati para hamba-Nya. Sesungguhnya Allah
mengasihi para hamba-Nya yang pengasih. (Shahih Muslim No.1531)
Akan tetapi di dalam meneteskan air mata
(menangis) Rasullulah melarang kepada
umatnya untuk berteriak teriak, meronta ronta, merobek pakaian, ataupun
meratapi musibah yang dialami. Hal ini sebagaimana di dalam sabda beliau :
Dari Abdullah bin
Mas’ud Radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Tidak termasuk
golongan kami orang yang menampar pipi, yang merobek-robek pakaian dan yang
menyeru dengan seruan jahiliyah” (HR Al Bukhari, Fathul Bari : 3/163).
Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam melaknat orang yang suka melakukan ratapan
berlebihan kepada mayit.
Abu Umamah
Radhiallahu’anhu meriwayatkan :
“Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam melaknat wanita yang mencakar mukanya,
merobek-robek bajunya, serta yang berteriak dan berkata : ‘celaka dan binasalah
aku” (HR Ibnu Majah : 1/505, Shahihul Jami’ : 5068)
Abu Burdah bin Abi Musa
berkata, "Abu Musa sakit keras, lalu ia pingsan. Kepalanya di pangkuan
seorang wanita keluarganya, maka ia tidak dapat menolak sesuatu pun tehadap
wanita itu. Ketika telah sadar, ia berkata, 'Aku berlepas diri dari orang yang
Rasulullah berlepas diri darinya. Sesungguhnya Rasulullah berlepas diri dari
orang yang berteriak-teriak ketika tertimpa musibah, orang yang mencukur
rambutnya ketika tertimpa musibah, dan orang yang merobek-robek pakaiannya
ketika tertimpa musibah." (Hadits ini
diiiwayatkan oleh Imam Bukhari secara mu'allaq, tetapi di-mausuhul-kan oleh
Muslim dan Abu Ya'la)
Hadis
riwayat Aisyah ra., ia berkata
Ketika
berita gugurnya Ibnu Haritsah, Jakfar bin Abu Thalib dan Abdullah bin Rawahah
sampai kepada Rasulullah saw., Rasulullah saw. pun duduk bersedih hati. Ia
(Aisyah) berkata: Aku melihat dari celah pintu. Lalu datang seseorang
mengabarkan kepada Rasulullah saw., katanya: Wahai Rasulullah saw., sungguh
istri-istri Jakfar! Orang itu menceritakan tangis istri-istri Jakfar. Mendengar
itu Rasulullah saw. menyuruh orang tersebut untuk melarangnya. Dia pun pergi,
lalu kembali lagi, menuturkan bahwa istri-istrinya tidak mau menurut.
Rasulullah saw. menyuruhnya lagi agar melarang istri-istri Jakfar meratap. Dia
pun pergi menuju istri-istri Jakfar lalu kembali lagi kepada Rasulullah saw.
sambil berkata: Demi Allah, mereka keras kepala, wahai Rasulullah. Aisyah menyangka
bahwa Rasulullah saw. bersabda: Pergilah dan jejalkanlah debu tanah ke mulut
mereka! Aisyah berkata: Aku berkata: Mudah-mudahan Allah menghinakanmu! Engkau
tidak melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Rasulullah saw. dan engkau tidak
mau meninggalkan Rasulullah saw. bebas dari beban. (Shahih Muslim No.1551)
Hadis
riwayat Ummu Athiyyah ra., ia berkata:
Rasulullah
saw. mengambil janji kami saat baiat, yaitu agar kami tidak meratapi mayit.
Tidak ada di antara kami yang menepati baiat itu kecuali lima orang wanita;
Ummu Sulaim, Ummul `Ala, putri Abu Sabrah (istri Muaz) atau putri Abu Sabrah
dan istri Muaz. (Shahih Muslim No.1552)
Dalam pembagianya menagis itu memiliki 2
sisi :
- Menangis
dikarenakan perkara dunia yang ia hadapi (musibah ).
Menagis
karena perkara dunia ini disebabkan oleh ujian yang Allah berikan kepadanya,
berupa rasa takut, kekurangan buah buahan, kekurangan nyawa (kematian).
Sebagaimana firman Allah berikut ini.
Surat
Al Baqarah ayat ke 155
“Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.”
Seberapa besarnya cobaan yang ia hadapi dan
juga kemampuan dirinya dalam menghadapi musibah tersebut, merupakan suatu tolak
ukur seseorang itu kuat atau lemahnya ia dalam menghadapi musibah/ rasa galau
yang menimpanya. Maka hendaknya tiap tiap dari manusia untuk bertakwa kepada
Allah dan mengikuti bagaimana contoh yang telah rasullullah ajarkan kepada
manusia dalam menghadapi musibah yang menimpanya.
Besarnya cobaan yang ia hadapi sehingga sesak
serta sempit hatinya, merupakan penyebab seseorang dapat menangis, namun hal
tersebut dapat dihalagi oleh sikap dan kemampuan dalam menghadapi kegalauan itu
sendiri sehingga ia mampu mengendalikan air mata yang mengalir
keluar dari sela sela matanya.
Penjelasan sebelumnya termasuk ke dalam
menagis karena perkara dunia (ujian/musibah).
2.
Menagis karena Allah Azza Wajalla
Menangis karena rasa harap (dimasukan
kedalam surge dan dikabulkanya doa), rasa cinta, dan rasa takut (akan azab
Allah dan tidak dikabulkanya amalan serta doa) merupakan tangisan yang dipuji
oleh Allah Azza Wajallah. Sebagai mana para alim ulama terdahulu, yang mereka
menagis karena rasa takut dan kecintaan mereka kepada Allah Ar-Rahman. Berikut
beberapa firman Allah yang menyatakan hal ini.
Surat As Sajdah Ayat ke 16
|
“Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya[1] dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rezki yang Kami
berikan”.
|
[1]. Maksudnya mereka tidak tidur
di waktu biasanya orang tidur untuk mengerjakan shalat malam.
|
Surat
Maryam ayat ke 58
"Apabila
dibacakan ayat-ayat Ar Rahman (Dzat yang Maha Pemurah) kepada mereka, maka
mereka menyungkur dengan sujud dan menangis."
Surat Al A'raaf ayat ke 56
|
“ Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah
kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan
dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang
berbuat baik.”
|
Al-Imam
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata:
"Andai
seseorang menangis pada sekumpulan manusia karena takut kepada Allah, niscaya
mereka dirahmati semuanya."
"Tidak
ada satu amalanpun kecuali ada timbangannya yang jelas kecuali menangis karena
takut kepada Allah. Allah tidak membatasi sedikitpun nilai dari setiap tetes
air matanya."
Dan
beliau juga berkata: "Tidaklah seseorang menangis kecuali hatinya menjadi
saksi akan kebenaran atau kedustaan dia."
(Mawa'izh
lil Imam Al-Hasan Al-Bashri, halaman 109)
GALAU (Meretas Galau)
Jumat, 28 Maret 2014
Setelah mendapatkan ujian dan cobaan maka di
dalam hati manusia akan timbul perasaan sedih dan gundah (galau). Dari keadaan
ini Galau dapat diartikan suatu dimana
seseorang dilanda kebingungan, keresahan, ataupun kesedihan yang ada di dalam
hatinya dan dirinya. Di dalam hatinya yaitu perasaan dimana ia berkecil hati
dan bersedih disebabkan atas apa yang telah dialami atau suatu perkara yang
besar yang ia akan alami. Apa yang
dialami hatinya akan terpancar keluar sehingga tampak pada apa yang dapat di
rasa ataupun lihat oleh manusia pada dirinya.
Kesedihan
dan kegundahan itu akan keluar dari tempatnya (hati). Hingga muncul terlihat
oleh raut muka atau tingkah laku saat perasaan galau itu terjadi.
Hadis riwayat Aisyah
ra., ia berkata:
Tatkala ditimpa suatu
musibah, Rasulullah saw. akan menampakkan rasa sedih pada roman wajahnya. Bila
hatinya merasa sempit, akan tampak pada raut wajahnya. Beliau bersabda
bersabda: Kutukan Allah atas orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen yang
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid. Beliau memperingatkan apa
yang mereka perbuat tersebut. (Shahih Muslim No.826)
Rasa
sedih dan gundah, itu suatu hal yang
wajar dimiliki oleh setiap insan manusia, namun hal tersebut jika tidak
dikendalikan akan menyebabkan kerusakan terhadap dirinya, atau pengingkaran
terhadap takdir yang telah Allah tetapkan kepada manusia seluruhnya. Mereka ada
yang mengatakan “ alangkah baiknya jika hal ini dan itu tidak terjadi”. Kalimat
tersebut merupakan kalimat jelek terhadap ketentuan Allah . Adapun mereka yang
dapat mengendalikan rasa galaunya, maka
akan mengatakan “ aduhai baiknya jikalau masalah ini saya hadapi hingga Allah
menurunkan jalan keluar terhadap masalah ini”.
Berikut
adalah sebuah hadits dimana manusia dilarang mencela apa yang telah ditentukan
oleh Allah Subhanallahu ta’ala
Hadis riwayat Abdullah
bin Umar ra., ia berkata:
Saad bin Ubadah
mengalami sakit keras, lalu Rasulullah saw. menjenguknya bersama Abdurrahman
bin Auf, Saad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Masud. Ketika beliau tiba,
beliau mendapatinya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Rasulullah saw.
bertanya: Apakah ia telah meninggal dunia? Orang-orang yang hadir di sana
menjawab: Belum, ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah saw. menangis. Ketika para
sahabat melihat tangis Rasulullah saw., mereka ikut menangis. Lalu Rasulullah
saw. bersabda: Tidakkah kalian mendengar bahwa sesungguhnya Allah tidak
menyiksa karena air mata dan atau karena kesedihan hati. Tetapi Dia menyiksa atau
mengasihi sebab ini. Beliau menunjuk ke lidah beliau (maksudnya karena
ratapan yang diucapkan lidah karena menolak qada dan takdir Allah atas si
mayit). (Shahih Muslim No.1532)
Contoh
yang paling baik adalah Rasullullah dalam menghadapi rasa sedih dan gundah
dalam dadanya. Rasullullah tidak mengingkari akan kesedihan di dalam diri
Beliau ataupun di dalam diri manusia , namun Beliau dapat mengendalikanya dan
tidak berkata kata yang jelek ataupun mengeluh terhadap takdir yang telah Allah
tetapkan kepada Beliau. Berikut mengambarkan bagaimana mulianya sifat beliau
ketika dihadapi dengan suatu musibah dari Allah.
Hadis riwayat
Anas bin Malik ra., ia berkata:
Rasulullah saw. bersabda: Tadi malam aku dikaruniai seorang anak yang aku beri nama dengan nama bapakku, yaitu Ibrahim. Beliau lalu menyerahkan kepada Ummu Saif, istri seorang tukang pandai besi yang biasa dipanggil Abu Saif. Suatu hari beliau berangkat menemuinya dan aku mengikutinya sampai bertemu Abu Saif yang sedang meniup alat peniup api, sehingga rumahnya penuh dengan asap. Aku mempercepat jalan di hadapan Rasulullah dan aku berkata: Wahai Abu Saif, berhentilah karena Rasulullah saw. telah datang! Kemudian dia berhenti lalu Nabi saw. memanggil putranya yang masih kecil lantas memeluknya dan mengatakan sesuatu yang Allah kehendaki. Lebih lanjut Anas berkata: Aku melihat dia memperdaya dirinya menghadapi sakaratul maut di hadapan Rasulullah hingga kedua mata beliau mengalirkan air mata lantas bersabda: Mata mengucurkan air mata dan hati merasa sedih serta aku hanya akan mengatakan perkataan yang diridai Tuhanku. Demi Allah, wahai Ibrahim, sesungguhnya kami sangat sedih (atas kematianmu). (Shahih Muslim No.4279)
Lihatlah
bagaimana Rasullulloh dapat mengendalikan rasa sedih dalam hatinya. Beliau tidak
berkata kata jelek terhadap takdir yang Allah tetapkan kepada beliau, tidak
pula berteriak teriak, ataupun meratapi hal tersebut, air mata yang keluar dari
sela sela mata beliau merupakan tanda kesedihan dan rasa kasih sayang yang
telah Allah tanam di hati Beliau.
Sifat dan karakter manusia memiliki hal
yang berbeda beda sehingga ia menghadapi perasaan galau ( sedihnya ). Perbedaan
Ini berasal kekuatan hati serta batas sabar yang ia miliki. Sabar itu tiada
batasnya, semakin seseorang itu bersabar maka akan semakin baik untuk kekuatan
hati dan fikiranya. Seseorang memiliki keteguhan akan menyerahkan segala urusan
yang menimpanya serta berprasangka baik terhadap ketetapan Allah.
Maka jika ia mengalami
kegalauan dan kesedihan, hal itu tidak akan berlangsung lama karena ia telah
mengobatinya dengan hal hal yang berlawanan dari kegalauanya.
COBAAN ( Meretas Galau)
Dunia
merupakan negeri cobaan bagi setiap manusia. Tidak ada seseorangpun yang hidup
di dunia tanpa diuji. Allah menimpakan
ujian kepada orang orang yang beriman pada khususnuya dan kepada manusia pada
umumnya. Dan beruntunglah mereka yang beriman kepada Allah serta bertakwa
kepadanya. Sungguh dalam ketakwaan itu Allah
memberi petunjuk kepadanya. Sebagaimana firman Allah ;
Surat At Taghaabun ayat ke 11
|
“Tidak ada suatu musibah pun yang
menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
Cobaan dan ujian adalah awal/penyebab
dari kegalauan (kesedihan). Semakin besar ujian yang didapatkan maka akan
semakin besar tingkat kegalauan yang ia akan alami. Namun dengan Keimanan dan ketakwaan seseorang kepada
Robb nya merupakan suatu yang daripadanya ia diberikan petunjuk (jalan
keluar) dari cobaan yang dihadapinya. Dengan cobaan itu maka terlihatlah
kualitas diri dalam keimanan dan ketakwaanya kepada Sang Pencipta
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahumallah berkata,
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menguji hamba-Nya yang beriman tidak
untuk membinasakannya, tetapi untuk menguji sejauh manakah kesabaran dan
penghambaannya. Sebab, sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala wajib diibadahi
dalam kondisi sulit dan dalam hal-hal yang tidak disukai (oleh jiwa),
sebagaimana pula Dia Subhanahu wata’ala wajib diibadahi dalam hal-hal yang
disukai. Kebanyakan orang siap mempersembahkan penghambaannya kepada Allah
Subhanahu wata’ala dalam hal-hal yang disukainya. Karena itu, perhatikanlah
penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal yang tak disukai. Sebab, di situlah
letak perbedaan yang membedakan kualitas para hamba. Kedudukan mereka di sisi
Allah Subhanahu wata’ala pun sangat bergantung pada perbedaan kualitas
tersebut.” (al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 5)
Tujuan Allah menguji hamba-Nya yang
beriman ialah untuk melihat siapakah yang paling baik amalanya ketika ia
sedang di uji. Apakah ia ikhlas dan bersabar atau malah sebaliknya marah,
mengeluh terhadap ketetapan Allah terhadap dirinya. Sebagaimana Firman Allah;
Surat Al-Mulk Ayat ke 2
“Yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan
Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”
Tiga jenis dari ujian dan cobaan itu berupa :
1. Ujian menjalankan perintah
perintah Allah yang diwajibkan.
2. Ujian dalam menjauhi segala apa
yang dilarang oleh Allah.
3. Musibah yang menimpa seseorang
manusia
Dan senjata yang paling ampuh
adalah kesabaran dalam menjalani 3 ujian tersebut. inshaAllah pembahasan
mengenai sabar dibahas pada bab berikutnya.
Ujian yang menimpa manusia beragam
bentuknya berupa penderitaan terhadap jiwa dan harta ataupun kesenagan dunia
yang Allah anugrahkan kepadanya. Seseorang biasanya mengatakan ia di uji
ketika ia mengalami penderitaan saja namun pada hakekatnya kesenagan yang
Allah berikan merupakan Ujian bagi orang orang yang berfikir.
Kesenagan dunia memelalaikanya
dari beribadah dan rasa syukur kepada
Allah, sehingga Allah tidak menenagkan hatinya karena ia kufur terhadap
nikmat yang Allah berikan, ia memiliki banyak harta namun hatinya merasa tidak puas sehingga ia terus
mencari hingga ia tidak memperhatikan lagi harta yang ia usahakan itu
diridhoi oleh Allah (halal) ataukah yang Allah murkai (haram). Dari kesibukan
itu menjadi lalai (bermaksiat) terhadap kewajiban yang Robb nya perintahkan.
Sebagaimana Firman Allah ;
Surat Al-Anbiya ayat ke 35
“Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Jika seseorang berfikir tentang musibah
yang terjadi kepadanya. Maka ia akan sadar bahwa sebab dari Allah menurunkan
ujian dan musibah adalah karena perbuatanya dosa yang ia dahulu lakukan.
Perbuatan itu berupa bermaksiat kepada Allah (syirik, bid’ah dan dosa dosa
besar lainya), ataupun perbuatanya yang jelek terhadap semua yang diciptakan
Allah ( manusia, hewan, tumbuhan, dan alam semesta). Sebagaimana firman
Allah;
Surat Asy Syura ayat ke 30
“Dan apa saja musibah yang menimpa
kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri.”
Sebagai contoh, ketika terjadi tanah
longsor di suatu perbukitan yang telah gundul, jika ditelaah maka itu adalah
hasil dari perbutan manusia terhadap alam yang mengekploitasi secara
berlebihan sehingga dalam keadaan itu Allah menurunkan bencana kepada mereka.
Begitu juga permisalan terhadap musibah musibah lainya.
|
Terputusnya ujian di dunia terhadap manusia adalah saat kematian. Dan
pada saat itulah semua yang ia usahakan sudah berakhir untuk kehidupan akhiratnya.
Dan beruntunglah kepada manusia yang pada saat ia di uji oleh Allah, Allah
memberikanya petunjuk disebabkan ia beriman dan taat kepadaNya, tidak mengeluh
(ikhlas) ,dan bersabar. Dan akibat dari
keimanan, ketakwaan, kesabaran dan keiklasan dalam menghadapi ujian tersebut
Allah akan memasukan ke dalam surga-Nya
Surat Al-Baqarah ayat ke 214
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga,
padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu?”
Ujian dan
cobaan yang dihadapi seorang muslim merupakan penghapus dosa dosa kecilnya. hal
ini dapat terjadi apabila seseorang dalam menghadapi ujian tersebut ia dapat
berlaku sabar dan ikhlas atas ketetapan Allah.
Apabila tertimpa musibah maka seharusnya janganlah menganggap itu
kesedihan ataupun rasa sakit, karena di balik itu Allah akan menggantikan yang
lebih baik berupa pahala yang menghapuskan dosa dosa. Sebagaimana firman Allah
Subhanallau wa Ta’ala
Surat Hud ayat ke114
”Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.”
Dan sebagaimana sabda Rasullullah
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau
bersabda:
”Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit,
kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai
dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun
alaih)
Hadis riwayat
Abu Hurairah ra., ia berkata:
Ketika turun ayat: Barang siapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu, kaum muslimin merasa sangat sedih sekali, lalu Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kamu sekalian terlalu bersedih dan tetaplah berbuat kebaikan karena dalam setiap musibah yang menimpa seorang muslim terdapat penghapusan dosa bahkan dalam bencana kecil yang menimpanya atau karena sebuah duri yang menusuknya.” (Shahih Muslim No.4671)
Ada dua keadaan ketika seorang manusia
bersikap dalam menghadapi ujian dan cobaan :
- Ia
mengingat dan mengharapkan pahala dari Allah atas cobaan tersebut sehingga
Allah memberikanya penghapusan dosa dosa dan tambahan kebaikan untuknya (
bersikap sabar dan ikhlas terhadap ujian tersebut).
- Ia lupa
akan janji Allah terhadapnya sehingga sesaklah dan sempitlah dadanya. Ia
lupa akan pahala yang ia akan dapatkan jika ia bersabar dan iklas.
Maka hendaknya jika tertimpa musibah dan ujian ia
memilih keadaan yang pertama karena akan berdampak baik untuknya.
Begitu
juga Allah memerintahkan kepada hambanya apabila ia tertimpa musibah hendaknya
mengucapkan :
إِنَّا ِللهِ وَ إِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
(Sesungguhnya
kita ini dari Allah, dan sesungguhnya kepadaNyalah kita semua akan kembali)
Sebagaimana
Allah berfirman ;
Surat
Al Baqarahayat ke 155-157
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan.Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar,
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,
"Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun". Mereka itulah yang
mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka
itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
Dan
sebagaimana sabda Rasullullah
Ummu Salamah -salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-
berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan:
“Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un.
Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa
(Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya
Allah, berilah ganjaran terhadap musibah ang menimpaku dan berilah ganti dengan
yang lebih baik)”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan
menggantinya dengan yang lebih baik.”
Ketika,
Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami
yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.”[HR. Muslim no. 918]
Mengenal Syiah Rafidhah dan Pencetusnya
Selasa, 03 September 2013
Orang yang pertama kali mencetuskan agama Rafidhah adalah Abdullah bin Saba`, salah seorang Yahudi dari Yaman. Dia pura-pura masuk Islam, kemudian dia mendatangi Madinah Nabawiah pada zaman khalifah ar-rasyid Utsman bin Affan radhiallahu anhu.
Mereka dinamakan Rafidhah dikarenakan mereka ﺍْﻮُﻀَﻓَﺭ (menjauhi/menolak) Zaid bin Ali ketika mereka meminta Zaid untuk berlepas diri dari Abu Bakr dan Umar, akan tetapi beliau justru mendoakan rahmat untuk mereka berdua. Maka mereka berkata, “Kalau begitu kami akan menjauhi kamu.” Maka Zaid berkata, “Pergilah, karena kalian adalah orang-orang yang dijauhkan.” Dan ada yang berpendapat bahwa mereka dikatakan Rafidhah karena mereka menolak Abu Bakr dan Umar. (Lihat Siyar A’lam An- Nubala`: 5/390 dan Majmu’ Al-Fatawa Ibnu Taimiah: 4/435)
Syaikh Al-Islam juga berkata masih pada tempat yang sama, “Asal mazhab Rafidhah adalah dari kaum munafiq dan zindiq, karena mazhab ini dimunculkan oleh Abdullah bin Saba` sang zindiq. Dia menampakkan pengkultusan yang berlebihan terhadap Ali dengan klaim bahwa Ali adalah imam dan menyatakan ada nash dari Nabi akan hal itu.”
Ibnu Abi Al-Izz rahimahullah berkata dalam Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiah hal. 490, “Asal mazhab Rafidhah tidaklah dimunculkan kecuali oleh seorang munafiq lagi zindiq yang bertujuan untuk menghapuskan agama Islam dan mencela Ar-Rasul shallallahu alaihi wasallam, sebagaimana yang para ulama sebutkan. Hal itu karena tatkala Abdullah bin Saba` sang Yahudi pura-pura masuk Islam, dia berniat dengannya untuk merusak agama Islam dengan makar dan kebusukannya, sebagaimana yang dilakukan oleh Bulis terhadap agama Nashrani. Maka Abdullah bin Saba` pura-pura rajin beribadah, kemudian dia mengobarkan secara berlebihan semangat amar ma’ruf dan nahi mungkar, sampai akhirnya dia berusaha untuk memfitnah dan membunuh Utsman. Kemudian, tatkala dia mendatangi Kufah, dia menampakkan pengkultusan dan pembelaan yang berlebihan terhadap Ali, agar dia bisa berhasil meraih tujuannya. Hal itu kemudian sampai ke telinga Ali, maka beliau mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi dia melarikan diri ke daerah Qirqis. Dan kisah Abdullah bin Saba` ini masyhur dalam buku-buku sejarah.”
Imam Ath-Thabari dalam Tarikhnya (4/340) dan Ibnu Al-Atsir dalam Al-Kamil (3/77) menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba` adalah seorang Yahudi dari negeri Shan’a, Yaman. Bahkan Ath-Thabari menyebutkan kalau sahabat Abu Ad-Darda` juga menyatakan kalau dia adalah seorang Yahudi. Asy- Syahrastani berkata dalam Al-Milal wa An-Nihal (1/204), “As-Saba`iah adalah para pengikut Abdullah bin Saba`, orang yang berkata kepada Ali, “Anda, anda,” maksudnya: Anda adalah sembahan, maka Ali mengusir dan mengasingkannya. Para ulama menyatakan kalau dia dulunya adalah seorang Yahudi lalu dia masuk Islam. Dan dalam agama orang-orang Yahudi, ada orang-orang yang mengkultuskan Yusya’ bin Nun penerus wasiat Musa alaihimas salam, seperti pengkultusan terhadap Ali radhiallahu anhu. Abdullah bin Saba` inilah orang yang pertama kali memunculkan kabar adanya nash kekhalifahan untuk Ali radhiallahu anhu, dan darinyalah berasal kelompok-kelompok yang ekstrim dalam masalah ini. Abdullah bin Saba` menyatakan kalau Ali itu hidup dan tidak mati …,” dan seterusnya dari keyakinannya terhadap Ali.
Bersambung
Langganan:
Postingan (Atom)